Lancang Kuning


Si Lencang Berlayar


Legenda Lancang Kuning adalah cerita sejarah yang amat tersohor di provinsi yang mayoritas penduduknya orang melayu, provinsi Riau. Lancang yang berasal dari bahasa melayu yang berarti kapal, sebuah alat transportasi air masyarakat Riau jaman dahulu.

Lancang ini berbagai ukuran,  dari kecil, sedang, hingga besar. Sementara Kuning adalah lambang  kebesaran suatu kerajaan di Riau. Hingga saat ini, warna kuning dijadikan sebagai warna  khas daerah Riau, budayanya melayu.

Diberi nama Lancang Kuning, sebab kapal tersebut hanya mengandalkan angin  untuk menggerakkannya. Maka untuk membuat angin meniup diberilah layar atau bendera kuning di tengah kapal.  Yang akan di bentang ketika akan berlayar lalu di angkat ketika berlabuh. Sebab itulah diberi nama Lancang Kuning. Yang berarti kapal dengan layar kuning.

Kuning itu emas, emas itu berharga

Lancang kuning  dikenal masyarakat Riau sebagai lambang kebesaran daerah yang mewakili dari cerita Lancang Kuning ini. Hingga saat ini masyarakat Riau menetapkan Lancang Kuning  sebagai lambang dan lagu daerah Riau.

Terdapat berbagai versi tentang cerita sejarah Lancang Kuning, ada yang mengatakan cerita ini berasal dari kisah sebuah kerajaan yang terletak di Bukit Batu wilayah kabupaten Bengkalis. Ada pula yang mengatakan kisah antara dua beradik yang membuat kapal dari kayu kuning.  Namun kisah dari kerajaan lebih melegendaris.


Raja yang memerintah kerajaan ini bernama Datuk Laksamana Perkasa Alim.
Datuk Laksamana dengan dibantu oleh dua orang panglima  dalam pemerintahannya. Pertama ada Panglima  Hasan. Kedua adalah panglima kepercayaan yaitu Panglima Umar. Panglima Umar mendapat kepercayaan penuh serta mendapat mandat untuk menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi dalam kerajaan. Singkat cerita, segala yang dikatakan oleh Panglima Umar akan di dengar oleh Datuk. Dan segala permasalahan akan dipercayakan pada Panglima Umar.

Panglima Umar menyukai seorang gadis dalam kerajaan, lalu beliau menyampaikan maksud baiknya pada Datuk Laksamana ingin menyunting si gadis, Zubaidah. Niat itu disambut dengan baik oleh Datuk Laksamana. Diadakanlah pesta pernikahan yang sangat besar.

Sementara di lain sisi, Panglima Hasan juga teramat mencintai Zubaidah,  istri Panglima Umar. Ia merasa sakit hati selama ini cintanya tidak terbalas. Dan Zubaidah malah menikah dengan temannya Panglima  Umar. Timbul lah rasa iri dan dengki dalam hati Panglima Hasan. Segala cara ia lakukan untuk mendapatkan wanita pujaannya, Zubaidah. Termasuk  cara keji dan khianat.


si lencang dan legenda

Pada suatu hari Panglima Hasan meminta Pawang Domo untuk menyampaikan pada Datuk Laksamana bahwa ia bermimpi Datuk harus membuat Lancang untuk mengamankan semua perairan dari Lanun.

Datuk laksamana yang mendapat berita tersebut langsung mengerahkan prajuritnya untuk membuat sebuah  lancang yang amat besar. Dikerjakan siang dan malam agar segera dapat di luncurkan.  Saat Lancang Kuning hampir selesai, tersebar pula sebuah berita bahwa Bathin Sanggono  melarang para nelayan Bukit Batu untuk mencari ikan di Tanjung Jati.

Hadirnya berita ini membuat datuk laksamana gundah.  Datuk Laksamana lalu memerintahkan panglima kepercayaannya, Panglima  Umar  untuk berangkat dan menemui Bathin Sanggono menanyakan dan menyelesaikan perkara ini.

Panglima Umar yang sebentar lagi akan menjadi ayah merasa agak keberatan dengan tugas ini.  Sebab Zubaidah sedang hamil tua anak pertamanya. Yang artinya sebentar lagi akan melahirkan. Namun karena ini tugas penting, demi kerajaan maka berangkatlah Panglima Umar dengan meninggalkan istri dan calon buah hatinya. Semua kekhawatiran ia tahan.


Setelah berhari-hari dalam pelayaran sampailah Panglima Umar  di kediaman Bathin Sanggono.
Bathin  Sanggono  yang tidak menerima kabar bahwa panglima akan berkunjung tentu sangat terkejut dengan ķedatangan Panglima Umar.
Keterkejutan Bathin Sanggono bertambah lagi kala Panglima Umar menceritakan maksud kedatangannya. Bathin Sanggono merasa tidak pernah melarang nelayan mana pun untuk mencari ikan di Tanjung Jati, apalagi nelayan Bukit Batu.

Setelah berbincang, Panglima Umar  lalu memikirkan bahwa pasti ada yang menebar berita bohong ini untuk memicu pertengkaran. Panglima Umar  tahu betul bahwa Bathin Sanggono tidak mungkin berbohong.
Maka pulanglah Panglima Umar  ke kerajaan.
Namun ia tidak langsung menuju ke kerajaan.  Atas saran Bathin Sanggono  ia berkeliling sebelum pulang ke kerajaan untuk meneliti dan mencari asal berita ini. Tak terasa hampir  sebulan lamanya Panglima Umar berkelana mengelilingi daerah sekitar mencari asal cerita  dan penyebarnya. 

Tepat pada malam  purnama, Lancang Kuning telah selesai dan berdiri kokoh. Siap segera di luncurkan ke laut. Rakyat dan pemuka kerajaan semua sudah berkumpul di muka pantai. Menyaksikan berbagai pertunjukan dan upacara peluncuran Lancang Kuning. Para penduduk siap bersuka-cita menyaksikan acara peluncuran Lancang Kuning. Sementara Zubaidah  memilih untuk tetap di rumahnya dan tidak menyaksikan peluncuran Lancang Kuning.

Segala keperluan peluncuran sudah disiapkan. Lalu Pawang Domo  memberikan instruksi kepada datuk laksamana.
Acara dimulai dengan tepung tawar pada dinding Lancang Kuning diawali oleh Datuk Laksamana. Diiringi oleh Panglima Hasan dan pemuka masyarakat lainnya. Setelah itu dilanjutkan dengan pengasapan. Dan barulah semua yang hadir  diminta agar berdiri di samping Lancang Kuning.   Semua bunyi-bunyian di bunyikan. Maka semuanya bersiap mendorong Lancang Kuning ke laut.

Dan yang terjadi adalah, Lancang Kuning bahkan tak bergerak dari tempatnya.  Dicoba berulang-ulang namun tetap nihil. Kekuatan ditambah tetap saja tidak membuahkan hasil.
Semua yang hadir bertanya-tanya keheranan. Ada apa gerangan.
Lalu Pawang Domo mengatakan pada Datuk Laksamana bahwa untuk meluncurkan Lancang tersebut diperlukan tumbal. Tumbalnya adalah wanita hamil sulung.
Mendengar penjelasan Pawang Domo Datuk Laksamana tertunduk dan termenung. Akhirnya beliau memutuskan bahwa peluncuran Lancang Kuning di undur hingga waktu yang tidak ditentukan.

Di tengah kekhawatiran dan kekecewaan masyarakat, Panglima Hasan mengambil kesempatan. Ia menghampiri Zubaidah yang seorang diri di rumah. Lalu merayu Zubaidah untuk menjadi istrinya.

Zubaidah terang saja menolak maksud Panglima Hasan. Ia tidak ingin mengkhianati suaminya Panglima Umar, dan juga ia tidak menyukai Panglima Hasan.

Merasa di tolak dan dipermalukan, kemarahan  Panglima Hasan memuncak. Setelah semua orang dipantai kembali ke rumah masing-masing, Panglima Hasan dengan dibantu oleh pengawalnya membawa Zubaidah ke muka pantai tepat di samping Lancang Kuning.

Lalu dengan tanpa belas kasihan Panglima Hasan mendorong Zubaidah tepat di depan muka Lancang Kuning. Dengan didorong beberapa orang saja, Lancang Kuning meluncur dengan mulus menuju lautan.

Darah segar mengalir mewarnai air pantai.  Tubuh seorang wanita terputus dua dan tewas dalam keadaan mengenaskan. Janin yang didambakan tidak lagi berbentuk, hancur bersamaan dengan gilasan Lancang Kuning berlayar menjauhi pantai.
Disertai hujan lebat dan petir seakan turut bersedih atas perginya istri Panglima Umar.



Angin bertiup kencang mempercepat laju kapal Panglima Umar mendarat disisi pantai yang lain. Tanpa memikirkan atau mencurigai apa pun Panglima Umar bergegas segera pulang ke rumah ingin bertemu dengan Zubaidah.

Setiba di rumah ia tidak menemukan istrinya, ia gelisah. Lalu Panglima Umar berjalan menuju dermaga. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan Panglima Hasan, ia menanyakan perihal istrinya.
Lalu Panglima Hasan menceritakan bahwa Zubaidah dijadikan tumbal oleh Datuk Laksamana untuk peluncuran Lancang Kuning.

Mendengar penuturan Panglima Hasan, Panglima Umar merasa telah di khianati oleh Datuk Laksamana. Dengan kemarahan yang luar bisa Panglima Umar  berlari menuju ke tempat Lancang Kuning diluncurkan.

Ditemukannya Zubaidah dalam keadaan mengenaskan bersimbah darah. Darah seakan mendidih melihat kejadian tersebut. Diusapkan darah Zubaidah ke wajahnya sembari bersumpah akan membalaskan dendam ini. Ia bersumpah akan membunuh orang yang membunuh istrinya.

Mendengar bahwa Panglima Umar  telah kembali, Datuk Laksamana bermaksud ingin menyambut kedatangan Panglima Umar . Maka Datuk Laksamana berjalan menuju pantai di mana dikabarkan Panglima Umar  berada. Setiba di sana betapa terkejut Datuk Laksamana melihat wajah Panglima Umar  yang bersimbah darah. Belum sempat ia mengucapkan selamat datang namun pedang Panglima Umar  telah menembus dada sebelah kirinya. Datuk Laksamana mati ditangan panglima kepercayaannya bahkan sebelum ia mengucapkan apa pun.

Warna kebesaran Riau


Tak lama berselang, Pawang Domo melihat dari jauh lalu berlari dengan tergopoh-gopoh. Dia menyayangkan tindak ceroboh Panglima Umar. Dia menceritakan yang sebenarnya terjadi. Bahwa Panglima Hasan lah yang menjadikan Zubaidah sebagai gilingan Lancang Kuning.

Tanpa pikir panjang, Panglima  Umar bergegas mencari Panglima Hasan.

Panglima Hasan sudah bersiap-siap hendak melarikan diri menuju Lancang Kuning. Namun hal itu tertangkap oleh mata Panglima Umar.  Saat hendak melepaskan tali Lancang Kuning, namun pedang Panglima Umar terlebih dahulu menembus perut Panglima Hasan. Mereka terlibat perkelahian beberapa saat sebelum  Panglima Hasan tewas dengan hunusan pedang terakhir di dada oleh Panglima Umar.

Panglima Hasan mati ditikam oleh Panglima Umar  dan jatuh ke laut.

Setelah kejadian itu, Panglima Umar mengumumkan bahwa ia telah membunuh Datuk Laksamana oleh karena mulut dan perbuatan Panglima Hasan. Dan Panglima Hasan telah mati dibunuh olehnya.




Karena kekecewaan yang mendalam, Panglima Umar memilih untuk menenangkan diri. Ia berlayar dengan Lancang Kuning. Sampailah di Tanjung Jati  lancang berlayar. Namun ombak besar dan angin topan datang menghantam Lancang dan Panglima Umar.

Panglima Umar bersama Lancang jatuh dan karam di laut Tanjung Jati.

_______________________________


*Datuk : Dato’ berasal dari bahasa Sanskerta yaitu datu yang tersusun dari kata da atau ra berarti yang mulia dan to artinya orang sehingga dapat bermakna sama dengan raja.
*Tepung tawar : Tepuk tepung tawar adalah salah satu bagian prosesi yang sakral dalam upacara adat budaya melayu. Tepuk tepung tawar biasanya dilakukan pada acara pelantikan pejabat atau tokoh adat dan daerah, sunatan, khususnya acara pernikahan.
*Pengasapan : Bakar kemenyan
*Pawang : Pengendali
*Lanun : Bajak Laut
*Sulung : Pertama
*Nihil : Tidak ada

Sumber : N.N

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Prakarya dan Kewirausahaan Tas dari Bungkus Kopi

Titip Rindu Untuk Nenek

Posisi Tidur yang Aman Untuk Masa Depanmu, Cek Yuk!