Raja Ali Haji



        Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad atau cukup dengan nama pena, Raja Ali Haji adalah seorang  sastrawan Riau. Lahir pada tahun 1808 Di Selangor (Malaysia sekarang).  Namun Raji Ali Haji segera dipindahkan oleh keluarganya ke Pulau Penyengat saat masih bayi, di mana ia dibesarkan dan menerima pendidikan di sana.  Ada pula yang menyebutkan bahwa beliau  lahir di Pulau Penyengat  (Indonesia). Dia adalah putra dari Raja Ahmad, yang bergelar Engku Haji Tua setelah melakukan ziarah ke Mekkah. Yang berarti beliau adalah cucu Raja Ali Haji Fisabilillah, yang Dipertuan Muda IV dari Kesultanan Lingga-Riau ssaudara Raja Lumu, Sultan pertama Selangor. Raja Ali Haji  Fisabilillah adalah keturunan keluarga kerajaan Riau, yang merupakan keturunan dari prajurit Bugis yang datang ke daerah tersebut pada abad ke-18.  Bundanya, Encik Hamidah binti Malik adalah saudara sepupu dari ayahnya dan juga dari keturunan suku Bugis.


        Raja Ali Haji memiliki  anak sebanyak sembilan belas orang. Dua belas orang  perempuan yaitu Raja Hamidah, Raja Cik, Raja Aminah, Raja Siah, Raja Salamah, Raja Engku Awan, Raja Mala, Raja Kaltsum, Raja Engku Marah, Raja Mai, dan Raja khadijah . Dan tujuh orang laki-laki yaitu , Raja Haji Hasan, Raja Abdur Rahman, Raja Mala', Raja Abdul Majid, Raja Muhammad Daeng Menambon, Raja Ibrahim Kerumung, dan Raja Haji Salman Engku Bih.

       Raja Ali Haji adalah ulama, sejarawan, dan pujangga abad 19 keturunan Bugis dan Melayu. Dia terkenal sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu. Bahasa Melayu standar itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia.

       Sebagai seorang pujangga, beberapa mahakaryanya sangat dikenal oleh masyarakat luas. Bahkan dijadikan dalam pedoman hidup masyarakat melayu.  Seperti Gurindam Dua Belas (1847), menjadi pembaru arus sastra pada zamannya. Bukunya berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama, merupakan kamus ekabahasa pertama di Nusantara. Ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluh Pegawai, Syair Hukum Nikah, dan Syair Sultan Abdul Muluk. Raja Ali Haji juga patut diangkat jasanya dalam penulisan sejarah Melayu. Buku berjudul Tuhfat al-Nafis ("Bingkisan Berharga" tentang sejarah Melayu), walaupun dari segi penulisan sejarah sangat lemah karena tidak mencantumkan sumber dan tahunnya, dapat dibilang menggambarkan peristiwa-peristiwa secara lengkap. Meskipun sebagian pihak berpendapat Tuhfat dikarang terlebih dahulu oleh ayahnya yang juga sastrawan, Raja Ahmad. Raji Ali Haji hanya meneruskan apa yang telah dimulai ayahnya. Dalam bidang ketatanegaraan dan hukum, Raja Ali Haji pun menulis Mukaddimah fi Intizam (hukum dan politik). Ia juga aktif sebagai penasihat kerajaan.
Ia ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan nasional pada 5 November 2004.
Dengan rincian sebagai berikut:

Puisi
1847 : Gurindam Dua Belas
Buku
1860s : Tuhfat al-Nafis (Bingkisan Berharga)
1865 : Silsilah Melayu dan Bugis
Karya lain
1857 : Bustan al-Kathibin
1850-an: Kitab Pengetahuan Bahasa (Tidak selesai)
1857 : Intizam Waza'if al-Malik
1857 : Thamarat al-Mahammah



Sebagian besar sumber menyatakan bahwa Raja Ali Haji wafat pada tahun 1872 di Pulau Penyengat, di Kepulauan Riau, tetapi tanggal kematiannya sedang diperdebatkan setelah bukti-bukti yang tersebar muncul untuk menentang klaim ini. Diantaranya, bukti yang terkenal adalah surat yang ditulis pada tahun 1872 ketika Raja Ali Haji menulis surat kepada Herman Von De Wall, seorang ahli kebudayaan Belanda, yang kemudian meninggal di Tanjungpinang pada tahun 1873.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Prakarya dan Kewirausahaan Tas dari Bungkus Kopi

Titip Rindu Untuk Nenek

Posisi Tidur yang Aman Untuk Masa Depanmu, Cek Yuk!