Titip Rindu Untuk Nenek

Grandfa, grandma


Tulisan ini didedikasikan khusus untuk rindu yang tak kunjung sirna.

Ditulis dengan bawang.

[Nek, Selamat hari raye]

Begitu bunyi pesan teks yang kukirimkan di aplikasi kirim pesan whatsapp pada kontak berprofil wanita berbaju merah.

Selang beberapa saat, handphoneku berdering. Siapa lagi kalau bukan seorang nenek milenial nan bijaksana, Nenekku.


Aku menggeser ikon berwarna biru naik keatas. Terlihatlah wajah cantik namun sudah mulai tertutupi sedikit kerut. Tapi tetap cantik.


Rambut yang hitam tergerai, masih sangat hitam. Walau aku tau ada helaian putih disela-selanya. Ya Nenekku sudah tidak lagi muda. Usianya menginjak 3/4. Lebih dari setengah abad.


"Apa kabar, Ndong?" Sapanya terlebih dahulu.

(Ndong adalah panggilan khusus nenekku ke cucu-cucunya. Panggilan kesayangan)

"Sehat Nek. Nenek lagi ape tu?" Tanyaku kembali.

"Tak adelah. Duduk aje ni di pelatar."

Setelah beberapa obrolan pembuka,

"Nek, kami minta maaf. Kami banyak salah dengan nenek..."

"............." jawabnya sembari diiringi isak tangis.


Akhirnya terjadilah adegan tangis-menangis. Bukan bermaksud lebay. Tapi hati siapa yang tak sakit ketika nenek di usia senja, sang cucu tertua malah jauh dimata.

"Ang dah beli baju baru?" Tanyanya usai adegan berurai air mata.

(Ang panggilan khusus buat aku sebagai cucu tertua. Entah apa motifnya. Berbicara panggilan khusus, aku jadi teringat almarhum kakek yang juga memberikanku panggilan khusus. "Cangkalawai" entah apa itu maksudnya cangkalawai. Yang pasti aku bangga dengan panggilan itu. Unik, aneh, dan tentunya hanya aku yang bergelar cangkalawai. Alfatihah buat almarhum kakek)




"Sudah, Nek"

Obrolan berakhir setelah beberapa saat.

Ada yang sakit di dalam dada. Ada yang sesak di dalam rongga. Tangisku tercekat. Mengingat betapa aku menyayangi mereka berdua. Betapa mereka memanjakan aku. Memperlakukan aku dengan sangat baik. Kalau di ingat lagi, aku belum pernah sejauh ini dengan beliau. Bahkan, kepulangan almarhum kakek saja aku tidak melihat.

Ah tapi yasudahlah. Biarlah rindu tersimpan dalam jiwa. Mendekam dalam dada. Menyeruput asa menabur cinta.

Biarlah rindu bersemayam. Kusemai dan ku siram dahulu. Bila tiba saatnya, obat rindu ialah temu. Maka aku akan menghamburkan semuanya pada nenekku tercinta.

Aku membisik rindu pada lantai tak bergema. Mengurai airmata pada sajadah tak berjeda. Hem, semengenaskan itukah aku.


"Semoga nenek sehat selalu"




Titikmangsa
Kamis, 28-5-20
Banjarmasin, di kamarku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Prakarya dan Kewirausahaan Tas dari Bungkus Kopi

Posisi Tidur yang Aman Untuk Masa Depanmu, Cek Yuk!